Part 1 berakhir saat Yo Ra memberikan sebuah kunci pada Ma Te dan berkata agar Ma Te memulai semuanya dari sini.
Part 2
Kim Dae Shik sedang asik meninju sebuah boneka dengan baju Taekwondo nya. Dae Shik meninju boneka itu seolah boneka itu adalh musuhnya sambil berkata
“Mati kau..mati kau”
Bo Tong membuka pintu kamarnya dan menatap adiknya itu dengan tatapan aneh dan bertanya kenapa adiknya masih hidup? (Kakak apaan kau..hihihi)
Dae Shik menjawab itu karena dia ingin membalas dendam. Bo Tong bertanya lagi kepada siapa Dae Shik ingin balas dendam?
Dengan konyolnya, Dae Shik menjawab kalau dia juga tidak tahu kepada siapa? (Hadewh..kakak sama adik ga ada bedanya..)
Tapi kemudian Dae Shik balik bertanya kenapa noonanya harus hidup?
Bo Tong sambil merebahkan kepalanya di samping pintu menjawab “Aku juga tidak tahu.”
Kemudian mata Bo Tong tertuju pada iklan di Koran, dan dia langsung membaca iklan tersebut. Ternyata iklan seorang peramal. Dengan ekspresi masih seperti tadi, Bo Tong bertanya pada diri sendiri, apa dia harus menelpon peramal itu, untuk bertanya kenapa dia harus hidup? Tapi biaya teleponnya pasti mahal. (LOL)
Ditengah keputus asaannya itu, Bo Tong melihat ponsel ibunya yang tergeletak di meja, dan dia langsung mengambil ponsel itu dengan tersenyum senang.
Bo Tong pun beralih ke kamarnya, berniat menelpon si peramal. Saat sudah tersambung, si peramal langsung tahu kalau Bo Tong menelpon menggunakan ponsel ibunya. Bo Tong tentu saja takjub dan bertanya apa peramal ini benar-benar bisa melihatnya?
Peramal berkata lagi kalau sepertinya Bo Tong bermasalah dalam urusan percintaan. Dengan semangat Bo Tong bertanya apa di dalam hidupnya nanti dia akan berkencan dengan seorang pria?
Peramal menjawab kalau pria yang ditakdirkan bersama Bo Tong itu sudah dekat dengan Bo Tong. Bo Tong senang mendengarnya.
Diapun bertanya seberapa dekat pria itu? Saat bertanya seperti itu, mata Bo Tong melihat pada adiknya, Dae Shik yang masih menghajar boneka tak bersalah itu.
Peramal menjawab kalau ada anak muda yang dekat dengan Bo Tong. Bo Tong menggigit bibir bawahnya dan kembali menatap adiknya itu.
Peraml melanjutkan kalimatnya, kalau pria itu diliputi dengan kemarahan. Kepala laki-laki itu dipenuhi dengan dendam. Lagi-lagi Bo Tong melihat adiknya, yang memang sedang diliputi amarah.
Bo Tong heran dan bertanya apa ahjussi ini sudah gila? Laki-laki yang digambarkan peramal tadi adalah adiknya, masak dia berkencan dengan adiknya sendiri.
Peramal ga mengindahkan kalimat Bo Tong dan kembali berkata kalau laki-laki itu mulai berjalan mendekati Bo Tong, tepat saat itu Dae Shik memang terlihat berjalan mendekati Bo Tong. Bo Tong berteriak kepala peramal agar peramal itu berhenti mengatakan yang aneh-aneh.
Peramal ga peduli, dan bilang kalau laki-laki itu terus memanggil Bo Tong, dan memang saat itu Dae Shik memanggil Bo Tong dan berkata ayo pesan mie kacang hitam.
Tiba-tiba Bo Tong berdiri dan langsung memegang baju taekwondo Dae Shik. Bo Tong kesal dan berkata bagaimana bisa Dae Shik melakukan ini padanya?
Tidak berhenti sampai disitu, Bo Tong bahkan memelintir tangan Dae Shik dan menjatuhkan Dae Shik ke meja, sambil terus ngomel-ngomel. (Kayaknya, Bo Tong ini bukannya polos deh, tapi Bego..hihihi)
Kemudian secara mengejutkan masuklah Dokgo Ma Te yang begitu masuk langsung memanggil nama Bo Tong. Ma Te melihat adegan itu, adegan dimana Bo Tong terlihat menganiaya adiknya. Hahaha
Bo Tong tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, diapun melongo saat melihat Ma Te oppa datang ke rumahnya.
Bo Tong memandang penuh senyum pada Ma Te sambil mengingat kata-kata peramal tadi. Ma Te langsung mengajak Bo Tong untuk bicara diluar, dan meminta Bo Tong agak cepat, karena dia ga punya banyak waktu. Lalu Ma Te pun beranjak keluar.
Bo Tong tentu ga menolak, saat dia membuka pintu rumahnya, dia melihat Ma Te ada di dalam mobil yang bagus. Bo Tong pun jadi sedih karena ternyata Ma Te sudah membeli mobil. Tapi kemudian Bo Tong berubah senang saat menyadari kalau ini pertama kalinya dia naik ke mobil Ma Te Oppa. Hanya berdua pula. Bo Tong sudah salah tingkah sendiri dengan apa yang harus dia lakukan. Bo Tong bingung dimana dia harus duduk, di samping Ma Te, atau di kursi belakang.
Karena Bo Tong lama sekali, Ma Te kesal dan langsung membunyikan klakson mobilnya. Bo Tong pun berlari dan masuk ke mobil Ma Te. Tepatnya baru membuka pintu mobil Ma Te, dan berniat duduk di belakang. Ma Te yang melihat itu, bertanya apa yang Bo Tong lakukan?
Bo Tong balik bertanya apa dia boleh duduk di samping Ma Te? Ma Te pun menyetujuinya. Saat Bo Tong sudah duduk, Ma Te langsung memundurkan mobil dengan badan menghadap ke Bo Tong, dan imajinasi liar Bo Tong kembali beraksi. Dia melihat Ma Te yang penuh dengan cahaya, dan Bo Tong melihat itu sambil menjulurkan lidahnya, berasa melihat makanan lezat. (Haduh, aku mah ga tahan ada cewek kayak gitu. Hihihi)
Saat diperjalanan, Bo Tong menatap keluar jendela, dan mengagumi setiap apa yang dilihatnya. Hatinya senang, karena dia bisa berdua dengan Ma Te Oppa. Tapi kemudian Bo Tong bertanya sebenarnya mereka mau kemana? Ma Te menjawab santai lihat saja nanti, karena dia juga ga tahu.
Bo Tong yang otaknya dipenuhi hal-hal aneh berkata, kayaknya ini mau ke gereja deh, atau ke hotel.(Hiyaaa..ngarep..)
Diapun tersenyum sendiri akan kemesraan yang akan dialaminya nanti bersama Oppanya ini. Lalu Bo Tong berbisik, “selamat tinggal Bo Tong muda.”
Tapi kemudian wajah Bo Tong berubah sedih, karena gereja ataupun hotel itu hanya dilewati saja oleh Ma Te.
**
Sampailah mereka di sebuah tempat yang usang dan terlihat tak terurus. Bo Tong heran, tapi Ma Te tersenyum sambil mengeluarkan kunci yang diberikan Yoo Ra padanya tadi.
Flashback
Saat Ma Te menerima kunci itu, dia menggenggamnya erat, dan Yoo Ra berkata kalau kunci ini adalah kunci sebuah gudang. Dia mau Ma Te menggunakan apa yang ada di gudang itu untuk langkah pertama Ma Te.
Ma Te pun memandang kunci itu dan bertekad melakukannya.
Flashback End
Kini, mereka berdua berdiri di depn gudang itu, dan Ma Te meminta agar Bo Tong mau bekerja dengannya. Bo Tong heran, dan Ma Te bertanya apa Bo Tong ga mau? Bo Tong langsung menggeleng cepat, dan bertanya apa ini seperti kerja paruh waktu.
“Tidak, ini bukan kerja paruh waktu, karena ini sesuatu yang bisa menghabiskan sisa hidupmu.”
Bo Tong heran tapi kemudian Ma Te berkata “sebagai gantinya, kau bisa melihat wajahku setiap hari.”
Bo Tong pun dipenuhi dengan kebimbangan, dibelakangnya seolah terdapat neraca dimana ada dua pilihan disana, yang bingung untuk dipilihnya.
Pilihan pertama adalah waktu seumur hidupnya yang akan dihabiskan di dalam bangunan ini, dan pilihan kedua adalah bisa melihat wajah Ma Te Oppa setiap hari. “Walaupun aku mengabaikan semua masalah dunia, tapi ini adalah bertukar barang yang sama-sama berharganya.”
Dalam kebimbangan itu, Bo Tong berani berkata kalau menurutnya ini ga adil. Ma Te yang sedari tadi berpose cantik untuk meluluhkan hati Bo Tong menjadi heran.
Kemudian neraca yang dibayangan Bo Tong tadi bimbang kini sudah menentukan pilihannya. Bo Tong pun berkata wajah Ma Te sangat berharga dibandingkan hidupnya. (Huaahha..ternyata..)
Bo Tong tersenyum dan bertanya lalu apa yang harus dia lakukan.
Ma Te yang awalnya mengira Bo Tong menolak keinginannya, langsung menyodorkan kunci itu dihadapan Bo Tong. Dan Bo Tong yang pada dasarnya konyol langsung mengambil kunci itu dan bilang kalau tangan Ma Te kan ga boleh kena karat. (Gubrak.)
Ma Te diam saja dengan ekspresi secantik mungkin. (Hahaha)
Bo Tong pun membuka gudang itu yang dipenuhi dengan banyak sekali kotak kardus. Sedang Ma Te tersenyum memandangnya.
Bo Tong membuka salah satu kotak dan terkejut karena isinya seperti kaus kaki, dan dia pun berlaih ke kardus lainnya, dan ternyata isinya masih sama. Mendengar Bo Tong terkejut, Ma Te pun menghampiri Bo Tong, dan melihat isi kardus itu. Dia kaget dan Bo Tong bertanya apa mereka akan menjual kaus kaki ini?
Ma Te ga percaya kalau isinya adalah kaus kaki, kenapa ga uang? Diapun mencoba beralih ke kardus lainnya, dan isinya tetap sama, KAUS KAKI.
Dia kesal, sementara Bo Tong merasakan kelembutan kaus kaki itu dengan menempelkan di mukanya. Namun kemudian Ma Te bergegas pergi meninggalkan Bo Tong, karena dia harus bertemu Hong Yoo Ra.
Ma Te sudah berhadapan dengan Yoo Ra, dan dengan kesal dia berkata sepertinya gudang itu berisi ribuan kaus kaki.
Dengan santai Yoo Ra menjawab kalau harusnya Ma Te senang karena Ma Te bisa mendapatkan barang tanpa harus membayar.
Ma Te berkata apa dia harus menjual kaus kaki itu, jika ia, maka 2 tahun akan terbuang sia-sia hanya karena dia harus berjualan kaus kaki. Yoo Ra bertanya apa itu rencana yang ada di otak Ma Te? Menjual kaus kaki? Apa Ma Te berharap gudang itu berisi dengan uang?
Ma Te mengalah dan bertanya lalu apa yang harus dia lakukan? Yoo Ra menjawab terserah Ma Te, apa yang akan Ma Te lakukan dengan kaus kaki itu, yang penting adalah Ma Te harus bisa mengalahkan Na Hong Ran.
Ma Te menjawab dia juga tahu, tapi berapa banyak recehan yang bisa dia dapatkan dari menjual kaus kaki itu? Yoo Ra bertanya “Kau bilang itu recehan?”
Ma Te pun heran.
“Ma Te, kau tidak akan tahu seberapa menakutkannya uang itu. Cobalah menaklukkan Jack Hee, dan belajarlah arti uang yang sebenarnya. Lalu setelah itu temukan kebijaksanaanmu”
Lalu muncullah kilasan wajah Jack Hee, yang merupakan wanita kaya. Hidup Jack Hee dipenuhi dengan uang, dan itulah target pertama Ma Te.
Terdengarlah suara Yoo Ra
“Jack Hee, setelah lulus dari sekolah kepariwisataan, dia malah mendapatkan kerja di sebuah real estate. Dan untuk pertama kalinya, dia membuka mata tentang investasi Real Estate. Awalnya hanya dua ruang yang dia beli dengan kredit, dan langsung dia kembangkan, hingga dia benar-benar kaya. Semua yang dia sentuh akan menjadi jackpots. Dalam bisnis real estate, dia dikenal sebagai dewi keberuntungan. Dia punya sekitar 70.000 pyeong tanah di negeri ini.”
Disela-sela keterangan Yoo Ra itu, Jack Hee berjalan diikuti seorang pria yang berkata kalau total harga dipasaran sekitar 190 juta. Dia juga memuji Jack Hee yang benar-benar merupakan dewi keberuntungan di bisnis ini.
Jack Hee menjawab kalau dia hanya belajar dengan baik bagaimana cara menghasilkan uang.
Kembali ke Ma Te yang bertanya, dari semua wanita kenapa harus Jack Hee? Yoo Ra menjawab kalau Ma Te harus belajar menemukan kebijaksaan dan itu bisa Ma Te lakukan jika berhasil menaklukkan Jack Hee.
Tiba-tiba Ma Te bertanya apa salah satu dari wanita yang nantinya akan dia taklukkan, ada Yoo Ra juga di dalamnya? Yoo Ra tertawa kecil dan menjawab kalau menurutnya itu pertanyaan yang seksi.Tapi sampai sekarang masih belum ada jawaban untuk pertanyaan itu, dan dia juga merasa penasaran.
Kim Bo Tong menelpon Ma Te dan bertanya darimana dia harus mulai bekerja? Apa dia harus membersihkan gudang kaus kaki itu?
Ma Te menjawab, jangan bahas-bahas itu dulu, dia juga pusing memikirkan bagaimana menyingkirkan semua kaus kaki itu. Setelah itu telepon terputus, dan Bo Tong jadi lemas, mendengar jawaban Ma Te. Itu tandanya dia ga akan bisa melihat wajah Ma Te.
Tapi kemudian Bo Tong tersenyum dan berkata pada ponselnya, seolah-olah itu Ma Te dan bilang, kalau inilah cara Ma Te untuk membuatnya menjual kaus kaki itu. Dia mana mungkin menolak.
Dokgo Ma Te sedang berdiam di rumahnya, sambil terus berfikir. Dia bertanya sendiri sambil melihat jam tangannya, kenapa Jack Hee ga datang? Ma Te terus menunggu, dan bergumam cepatlah datang. Karena sangat sulit untuknya terus berpose seperti ini.(Hahaha..LOL)
Datanglah Jack Hee dengan terburu-buru dan benar dia terpana melihat Ma Te yang begitu menggoda. Jack Hee meminta maaf karena dia lama, karena ada bangunan yang harus dia beli.
Ma Te langsung duduk dari pose menggodanya, dan Jack Hee ikut duduk di dekat Ma Te sambil bertanya apa ada yang mengganggu Ma Te, karena wajah Ma Te sedikit berbeda?
Ma Te menjawab ada barang yang harus dia urus di sebuah gudang. Jack Hee heran karena merasa gudang bukan tempat yang cocok untuk Ma Te. Diapun bertanya, memang apa isi gudang itu? Ma Te menjawab jujur kalau isinya adalah kaus kaki, mungkin sekitar 100 ribu, dan dia rasa dia harus menjual kaus kaki itu. Ma Te memasang wajah seperti cemas, apa dia hanya akan mendapat10 ribu saja?
Jack Hee menjawab jangan begitu. Walau sekarang properti yang dia miliki berkisar ratusan juta, tapi awalanya dulu, dia memulainya dengan harga 10 ribu. Ma Te jadi terdiam mendengar penjelasan Jack Hee itu, dan teringat akan kalimat Yoo Ra yang menyuruhnya menaklukkan Jack Hee untuk menemukan kebijaksaan diri dan belajar akan arti uang sebenarnya.
Jack Hee kemudian bertanya apa dia harus membantu Ma Te? Ma Te tersadar dari lamunannya itu dan menjawab kalau dia ingin memulai pekerjaan ini dengan tangannya sendiri. Jack Hee kagum mendengarnya dan tersenyum. Dia berkata kalau iti ide yang bagus, karena bagaimanapun mengerjakan sendiri adalah cara yang paling cepat.
Jack Hee menggeser duduknya mendekati Ma Te, dan bilang jika pria bersemangat dalam bekerja, itu terlihat snagat seksi. Tangan Jack Hee mulai menyentuh lembut pipi Ma Te, kemudian merebahkan kepalanya di pundak Ma Te, sambil bilang “Kau seperti ini semakin membuatku gila.”
Jack Hee, membuka sedikit baju Ma Te, dan mengintip di dalamnya sambil berkata dia akan memberikan segalanya pada pria seperti itu, karena dia tahu itu tidak akan menjadi sia-sia.
Ma Te tersenyum tapi dalam hati berkata “kalau tidak sia-sia menyerahkan semuanya, kenapa kau tidak mau menjual kaus kaki itu buatku. Jika itu Kim Bo Tong, dia pasti sudah melakukannya.”
Benar saja, Bo Tong dengan penuh semangat menjual kaus kaki itu di pinggir jalan yang ramai. Kalau di Indonesia, 10 ribu dapet 3 deh. Hihihi
Bo Tong dengan penuh semangat meneriakkan promonya tentang kaus kaki, yang hanya berlaku hari ini saja.
Saat sudah ada pejalan kaki yang ingin melihat-lihat, tiba-tiba petugas keamanan datang dan mengatakan kalau Bo Tong ga boleh jualan disini. Semacam Satpol PP kali yaaa…
Bo Tong meminta agar dia diijinkan berjualan 30 menit saja. Petugas menolak dan bilang kalau kaus kaki ini akan ditahan sementara waktu.
Bo Tong marah dan bilang ga ada yang boleh mengambil barang milik Oppanya.
Kini, Bo Tong berakhir di kantor polisi. Ma Te yang mendapat kabar berdiri di depan kantor polisi dengan perasaan sedikit kesal. Dia bimbang, haruskah dia masuk kedalam, tapi jika dia masuk,maka dia akan mendapat malu. Ma Te membatalkan langkahnya yang sudah bersiap masuk ke dalam kantor polisi itu.
Ternyata, mungkin dengan sekuat hati, dan menebalkan muka, Ma Te sampai juga di dalam kantor polisi, dan seorang polisi wanita yang menginterogasi Ma Te. Tapi, bagaimanapun dengan wajah sesempurna itu, polisi wanita itu pun terpana melihat Ma Te.
Polisi wanita itu bahkan bertanya, apa Ma Te seorang actor? Karena wajah Ma Te kayaknya ga asing di matanya. Ma Te hanya menatap tajam sang polisi wanita.
Bo Tong yang tahu sang polisi wanita mulai terkesima dengan Ma Te Oppanya, merasa tk terima dan berkata kalau polisi wanita itu harusny menanyai dia, kenapa malah menanyai Oppanya?
Polisi wanita itu, menggeser kepala Bo Tong yang menghalangi pandangannya pada Ma Te yang cantik, dan kembali menatap Ma Te. Polisi wanita itu berkata kalau dia akan melepaskan Ma Te dengan peringatan. Kemudian tubuh sang polisi wanita mulai mendekat, membuat Ma Te sedikit takut. Bo Tong kembali mendekatkan kepalanya pada polisi wanita, dan meminta si polwan bertanya saja padanya.
Polwan itu kesal, dan mulai melotot pada Bo Tong yang kini di hadapannya. Bo Tong menjadi ciut nyalinya, dan kembali ke tempat duduknya. Ma Te yang mulai bosan, bertanya apa yang harus dia lakukan?
Polwan itu dengan genit menjawab kalau yang harus Ma Te lakukan adalah menjadi malaikat untuknya.
Ma Te menatap heran pada sang polwan, dan polwan itupun berdiri dari duduknya, lalu mendekatkan diri ke wajah Ma Te, membuat Ma Te sedikit menjauh.
Sang polwan berkata “Ke depannya, jika sampai terjadi lagi, maka sulit bagi kami melepaskan dia walau dengan peringatan”
Ma Te hanya mampu memejamkan mata, entahlah karena bau mulut sang polwan, atau karena suara polwan itu yang sedikit keras di telinganya. (Hahaha)
Bo Tong berhasil bebas berkat Ma Te, dan Bo Tong mencoba menjelaskan situasi yang sebenarnya terjadi tadi, kalau bukan dia yang memulai perkelahian. Ma Te kesal, dan memejamkan mata, menahan diri agar tidak marah. Ma Te kemudian menyuruh Bo Tong segera pergi.
Bo Tong menjawab kalau sudah ga ada bus jam segini. Masih menahan emosinya agar tidak meledak di depan Bo Tong, Ma Te menyuruh Bo Tong ke sauna saja.
Bo Tong menjawab kalau barang yang dibawa dia ini ga akan muat di loker sauna.
Kali ini, Ma Te ga tahan dan membentak Bo Tong dengan berkata buang saja kalau ga muat. Bo Tong kaget.
Bo Tong menjawab kalau dia menjaga barang ini agar tidak disita polisi tadi, daripada dibuang lebih baik dia pulang kerumah saja walau harus jalan kaki.
“Kalau begitu..lakukanlah..”
Ma Te berjalan pergi meninggalkan Bo Tong yang terkejut tak percaya, Oppanya meninggalkan dia dan menyuruhnya berjalan sendiri ke rumah.
Saat Ma Te mencoba membuka pintu mobilnya, pintu itu tidak bisa dibuka, membuat Ma Te bertambah kesal. Tapi akhirnya dengan sekuat tenaga,Ma Te bisa juga masuk kedalam mobilnya itu.
Setelah Ma Te berlalu, Bo Tong mencoba mulai berjalan untuk sampai ke rumahnya yang sangat jauh dari sini. Bahkan Bo Tong bergumam, bisa saja dia baru sampai lusa jika dia memutuskan untuk berjalan kaki ke rumahnya. Tanpa Bo Tong tahu, Ma Te masih ada di sekitar tempat itu, dan melihat kearah Bo Tong.
Ma Te yang memang masih memilki hati nurani, walau dia sangat kesal pada Bo Tong, memundurkan mobilnya mendekati Bo Tong. Bo Tong melihat itu, dan Ma Te tanpa menatap Bo Tong, menyuruh Bo Tong untuk segera masuk ke mobilnya. Bo Tong terkejut, tapi dia senang dan segera berlari masuk.
Kaki-kaki palsu manekin yang dia bawa sebagai propertinya berjualan tadi, ikut dimasukkan kedalam mobil Ma Te, membuat Ma Te kesal. Bo Tong berkata kalau kaki-kaki manekin ini dia pinjam, jadi dia ga bisa membuangnya. Lalu Bo Tong memasukkan itu ke dalam mobil, tepat di samping tempat duduk Ma Te, hingga mau tak mau, satu kaki manekin itu menyodok wajah Ma Te, dan Ma Te menjadi kesakitan karenanya. (Hahaha)
Ma Te memposisikan diri agr lebih enak dengan kaki-kaki manekin yang seperti gurita ini. Bahkan Ma Te membuka bagian atas mobilnya agar kaki-kaki manekin itu bisa keluar dan tidak membuat sempit di bagian dalam. Sementara itu Bo Tong hanya tersenyum senang, ditengah cemberutnya wajah Ma Te.
Ternyata Ma Te mengajak Bo Tong ke rumahnya, dan melihat rumah Ma Te yang bagus, Bo Tong langsung berseru kalau ini menakjubka, apa Oppanya tinggal di rumah sebesar ini sendiri?
Ma Te berkata saat bangun di pagi hari, Bo Tong harus segera pergi.
Bo Tong yang sudah ada di kamarnya, jadi salah tingkah sendiri, dia membayangkan apa yang akan dia lakukan jika Ma Te Oppanya sudah tidur. (Tuh kan, katanya gadis polos..tapi yang begituan tetep aja sinyalnya penuh..Aneh..)
Keesokan paginya, di rumah Ma Te. Dia mengetuk kamar Bo Tong, namun ga ada jawaban. Ma Te mengetuk lagi, karena memang ga ada jawaban, Ma Te langsung masuk, dan melihat Bo Tong masih tergeletak dengan selimutnya. Bo Tong berkata kalau sepertinya kejadian kemrin masih membuatnya merasa takut. Dia memegang kepalanya dan berkata kalau dia demam, dan pusing.
Ma Te ga percaya dan bilang agar Bo Tong berhenti menipunya.
Bo Tong tersenyum dan mencoba bangkit, tapi kemudian kepalanya terasa pusing, membuat dia terduduk lagi sambil memegang keningnya. Dia bilang kalau dia benar-benar demam, apa dia ga bisa tinggal sebentar disini sampai demamnya turun?
Ma Te yang ga percaya, mencoba memegang kening Bo Tong, dan langsung menarik kembali tangannya, karena kening Bo Tong memang terasa sangat panas.
Ma Te kemudian menyuruh Bo Tong tinggal satu jam saja di sini, dan jangan mengharap lebih dari itu. (Hooii…aku demam aja, sehari semalem baru bisa sembuh..ini masak satu jam. )
Bo Tong hanya mampu mengangguk dan bilang, kalau dia akan mulai berbaring sekarang.
Saat Ma Te sudah keluar dari kamarnya, tiba-tiba Bo Tong tersenyum lebar. Dia berkata “Apa kau kira aku sudah gila? Aku mana mungkin langsung pergi dari sini.”
Ternyata itu hanyalah akal-akalan Bo Tong yang nagkunya polos itu agar bisa lebih lama di rumah Ma Te. Dia bangkit dan berkata kalau dia akan mulai melihat-lihat rumah Ma Te.
Bo Tong masuk ke kamar Ma Te, dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur Ma Te, mencium bantal yang dipakai Ma Te dan berkata kalau ini sangat nyaman.
Beralih ke lemari Ma Te, Bo Tong mencoba satu kemeja milik Ma Te, dan melihat wajahnya di cermin.
“Inilah impian seorang wanita, setelah terbangun di rumah pacarnya, dia menggunakan kemeja panjang milik pacarnya.”
Saat Bo Tong mencoba celana milik Ma Te, celana itu ga bisa masuk di paha Bo Tong sehingga Bo Tong bergumam kalau Oppanya ternyata sangat kurus.
Tidak puas disitu, Bo Tong beralih ke kamar mandi Ma Te, dia tertegun melihat sikat gigi Ma Te yang bias saja, dan Bo Tong pun bergumam walaupun hidup Ma Te terlihat sangat cukup, tapi Ma Te masih menyimpan kebiasaan lama ini. Sikat gigi ini kan sudah selayaknya diganti.
Bo Tong kemudian tersadar kalau itu berarti sikat gigi ini digunakan Ma Te setiap hari, diapun langsung mendekatkan sikat gigi itu ke mulutnya, seolah akan mencium sikat gigi itu. Tapi ternyata, Bo Tong ga menciumnya, melainkan menggunakan sikat gigi itu untuk menggosok giginya.
Sambil tersenyum dan terus menyikat gigi, dalam hti Bo Tong berkata kalau dia mati hari ini, ga masalah karena dia snagat bahagia.
Ditengah-tengah kegiatan gilanya itu, Ma Te menelpon, dan Bo Tong berkata kalau dia baru saja bangun. Ma Te yang ada di dalam mobil meminta Bo Tong segera pergi. Bo Tong menjawab kalau dia akan membersihkan rumah Ma Te dulu, baru pergi.
Ma Te kemudian meminta agar Bo Tong menguras bak mandi, dan membersihkannya dengan sikat gigi yang ada di kamar mandi. Sikat gigi itu biasa dia gunakan untuk menyikat bak mandi, jdi kalau sudah digunakan, Bo Tong harus menaruhnya di tempat semula.
Bo Tong yang awalnya senang karena mengira itu sikat gigi yang biasa dipakai Ma Te, menjadi berubah ekspresi saat mengetahui sikat gigi ini digunakan untuk menyikat bak mandi. (Masih untung bukan nyikat kloset.)
Setelah Ma Te selesai menelpon, Bo Tong jadi kecewa sekali dan berkata setelah 25 tahun dia hidup, kenapa ciuman pertamanya harus dimulai dengan sampah seperti ini? (Kamunya sih neng, terlalu agresif.)
Bo Tong sampai di rumahnya, dia mengeluh karena uangnya habis untuk pulang ke Seoul. Padahal untuk membantu Ma Te, dia ga mungkin bisa kerja paruh waktu lagi, lalu bagaimana dia bisa mendapatkan penghasilan.
Tapi kemudian Bo Tong mendapat ide, dia akan menjual daging untuk mendapat uang. Bo Tong pun masuk ke dalam dapur, dan terkejut saat melihat ada CCTV di dapur rumahnya, dengan hati-hati Bo Tong berbalik pergi dan bergumam apa ini sebuah keluarga, jika saling mencurigai?
Bo Tong pun menjual barang-barang pribadinya di sebuah tempat dengan menggelar barang-barang dagagannya itu dibawah. Dia bersedih karena benda kesayangannya juga harus ikut dia jual.
Dengan memakai kacamata, dan memegang sebuah pengeras suara, Bo Tong mulai mempromosikan barangnya. Tapi, tidak ada yang melirik barang-barangnya, dan itu membuat Bo Tong menjadi lemas.
Ditengah-tengah putus asanya itu, seorang pria yang kita tahu adalah David Choi, datang dan tertarik melihat barang-barang Bo Tong. Bo Tong senang dan mempersilakan pelanggan pertamanya ini untuk melihat-lihat dulu.
David mengambil satu topi, dan terkejut karena ternyata di dalam topi itu ada rambutnya. Diapun bertanya pada Bo Tong, apa ini buatan sendiri?
Bo Tong menurunkan sedikit kacamatanya dan menjawab kalau dia membuat itu dalam 10 hari. Memasang rambut di topi itu, sehelai demi sehelai.
Akhirnya, David Choi membeli topi berambut itu dengan harga 200 dolar.
Ma Te sudah kembali ke rumahnya, dan takjub karena Bo Tong benar-benar membersihkan rumahnya dengan sangat bersih. Ma Te pun berniat menelpon Bo Tong, tapi Bo Tong ga mendengar ponselnya karena sibuk berjualan. Ma Te pun heran karena ga biasanya teleponnya dicuekin oleh Bo Tong.
Sebelum David Choi pergi membawa topi berambut itu, Bo Tong meminta agar rambut itu diberi perawatan karena itu dalah rambut asli, 100%. David pun paham dan berniat mencobanya, diapun meminta kaca.
Bo Tong mencari kaca tapi tak menemukannya, sehingga dia mengambil topi itu dan memakainya agar pelanggannya ini tahu, seperti apa nanti bentuk wajah mereka jika memakai topi berambut ini.
David takjub menatap Bo Tong yang terlihat sangat mempesona di matanya.
Sementara itu, Ma Te masih mencoba menelpon Bo Tong, dan tetap tidak diangkat oleh Bo Tong, membuat Ma Te kesal.
Bo Tong ga pernah seperti ini padanya.
KOMENTAR :
Maaf telat posting, harusnya bisa kemarin, tapi badan pengennya diajak tidur terus, akibat ga fit. Hehehe
Aku jujur ga suka, Bo Tong. Aku tahu ada banyak orang polos dan dimabuk cinta di dunia ini, tapi aku merasa terlalu berlebihan jika sikap dan sifanya seperti Bo Tong. Seperti ga nyata aja. Terlalu dibuat-dibuat.
Polos sih boleh aja, tapi apa iya polos yang kebangetan kayak gitu, tapi giliran yang aneh-aneh macam di rumah Ma Te, si polos jadi dewasa.
Apa benar itu cinta sejati Bo Tong? Jika sepertinya dia hanya terobsesi saja. Terlalu banyak imajinasi yang aneh-aneh dikepalanya.
Dan aku masih merasa ga suka aja.
Tapi, ini drama Ay..(Iya deh iya..-_-)
Malah lebih suka sama Yoo Ra, lebih realistis. Lebih nyata ada di dunia ini. Wanita elegan.
Tapi, masih sedikit bingung dengan apa hubungannya antara kaus kaki yang segudang sama menemukan kebijkasanaan diri? Apa hubungannya dengan menaklukkan Jack Hee? Apa itu akan membuat Ma Te sebesar Na Hong Ran?
Kalau belajar akan arti uang dari Jack Hee masih sedikit nyambung ya…karena Jack Hee memulainya dari bawah sehingga bisa sekaya sekarang ini.
Itu misi pertama yang membuat aku pusing sendiri, episode kedua yang membuatku bukan seneng sama sosok Bo Tong. Tapi malah ilfiil..Sumpaahh..(Maaf ya buat yang suka..ini hanya pendapat pribadi saja.)