[Episode Sebelumnya]
Cha Jin Soo mengikuti Hoon sampai ke ruangannya. Hoon kemudian mengejek pusat penelitian yang katanya terbaik di Utara yang ternyata masih bisa mengalami listrik padam di tengah-tengah operasi. Bukankah itu memalukan? Cha Jin Soo tersenyum sinis menanggapi ejekan Hoon. Dia kemudian berkata kenapa harus khawatir karena selama Utara memiliki Dr Park Hoon, bukankah mati lampu bukan halangan?
Cha Jin Soo memperlihatkan hasil rontgen dua orang yang kini terpampang di depan Hoon. Hoon menatap hasil rontgen itu, dan kemudian bertanya apa pemilik rontgen ini masih hidup? Jin Soo menjawab setidaknya belum bisa dikatakan sudah mati. Hoon heran karena ga mungkin ada pasien yang bisa bertahan dengan kerusakan separah itu.
Jin Soo menjelaskan kalau pasien ini adalah dari kamp pusat rahasia. Jin Soo meminta agar Hoon menyelamatkan si ayah dengan mengambil organ dari si anak. Hoon menolak. Dia ga bisa melakukan hal seperti itu. Jin Soo menjawab kalau ga mungkin ada penolakan karena kedua pasien adalah ayah dan anak.
Hoon ga mau karena itu sama saja membunuh tapi kemudian Jin Soo berkata kalau setidaknya Hoon harus menunjukkan kesombongan Hoon itu dengan menyelamatkan pasien ini. Hoon tetap tak mau, dia menyuruh Jin Soo mencari dokter lain saja.
Setelah itu Hoon berlalu pergi.
Jin Soo geram, dia mengejar Hoon dan menarik lengan sang dokter jenius itu lalu memepetkan tubuh Hoon di dinding. Jin Soo kemudian mengingatkan Hoon kalau Hoon dulu juga pernah melakukan yang lebih buruk dari ini, jadi jangan bersikap sok baik di depannya. Hoon pun tak takut, dia menjawab karena itulah, sekarang dia ga mau melakukan hal-hal buruk lagi seperti dulu. Hoon menepis cekalan tangan Jin Soo, dan melangkah pergi.
Sesampianya di luar, seorang suster yang sedang mendorong pasien bertanya pada Hoon kapan operasinya dimulai? Hoon yang tahu kalau ini adalah pasien ayah dan anak itu menjawab kalau bukan dia dokter yang bertanggung jawab untuk operasi kali ini. Tak berapa jauh melangkah Hoon menoleh dan menatap kembali kearah pasien yang wajahnya tertutup itu. Dia sepertinya gamang, benarkah dia akan membiarkan pasien tersebut begitu saja?
Ketika itulah tiba-tiba tangan si pasien terkulai dan Hoon bisa melihat dengan jelas bahwa pasien yang kini kembali di dorong itu memakai gelang berwarna merah. Gelang yang dulu dibuatnya dan diberikannya pada Song Jae Hee, wanita yang selama ini dia cari.
Hoon langsung berlari mendekati si pasien, dia menghentikan para suster yang akan membawa pasien itu masuk. Hoon memegang tangan pasien itu untuk memastikan gelang yang dipakai si pasien. Benarkah ini gelang yang diberikannya pada Jae Hee? Untuk lebih memastikannya, Hoon menyingkap kain yang menutupi wajah itu, dan ternyata benar, pasien ini adalah Song Jae Hee, gadis yang dicintainya. Hoon sangat syok melihat wajah Jae Hee dan kondisi Jae Hee yang terluka seperti ini. Dia ga menyangka penderitaan dan siksaan yang Jae Hee terima begitu berat.
Kini Song Jae Hee dan sang ayah sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Hoon datang untuk melihat Jae Hee. Dia sedih sekali melihat begitu banyaknya luka di tubuh Jae Hee. Hoon mencoba menahan dirinya agar tak menangis. Lalu tiba-tiba sebuah tangan menyentuh tangannya. Hoon pun menoleh dan melihat kalau ayah Jae Hee sudah sadar. Ayah Jae Hee berkata pada Hoon agar Hoon menyelamatkan putrinya saja.
“Aku mohon…selamatkan dia, dan tak usah pedulikan aku.”
Hoon mengangguk menanggapi permintaan ayah Jae Hee. Dia pun sangat ingin menyelamatkan Jae Hee, bagaimanapun caranya.
Park Chul melihat hasil rontgen itu dan berkata sepertinya organ pasien ini rusak parah terutama di bagian jantung. Park Chul belum tahu jika hasil rontgen ini adalah milik Jae Hee. Hoon ada disana, dia mendengar analisa ayahnya yang sebenarnya juga sudah dia tahu. Park Chul berkata kalau sepertinya ga ada harapan untuk kedua pasien ini. Hoon pun bertanya bagaimana jika mereka melakukan transplantasi jantung pria ke wanita?
Park Chul pun menjawab itu artinya mereka akan kehilangan pasien pria. Hoon pun semakin galau, dia kemudian berkata dia pasti bisa menyelamatkan keduanya. Hoon akan pergi, tapi Park Chul kemudian berkata bukan hal seperti ini yang dilakukan dokter. Hoon kemudian bertanya lalu apa tugas dokter?
Park Chul tak menjawab dan balik bertanya pada Hoon, apa Hoon bertanya karena memang ga tahu, atau hanya pura-pura ga tahu? Hoon sudah tampak frustasi. Dia hanya takut Jae Hee nya tak tertolong lagi. Hoon menjawab dia sudah berkali-kali melakukan operasi pada jantung yang sehat. Dia juga pernah melakukan transplantasi walaupun ada penolakan, dia bahkan pernah melakukan pencangkokan yang saat itu belum diverifikasi dan dia melakukan itu ribuan kali.
“Apa pekerjaan dokter itu Ayah? Apa pekerjaan yang bhkan tak bisa menyelamatkan orang yang sekarat? Apa seperti itu? Kau bilang dokter tak boleh membunuh? Kau salah ayah..Ini adalah dunia dimana bahkan dokter juga bisa membunuh orang” Hoon bahkan mengatakan itu dengan nada tinggi pada ayahnya. Dia cemas. Hany Jae Hee yang dia pikirkan.
Hoon melanjutkan kalimatnya
“Di tempat ini…aku akan membunuh orang untuk menyelamatkan kekasihku. Apa itu salah Ayah?”
Hoon pun pergi dan meninggalkan ayahnya yang hanya terdiam menatap kepergian Hoon.
Park Chul menatap kembali hasil rontgen pasien wanita dan bergumam apa pasien ini adalah Jae Hee?
Park Hoon dia keluar dengan baju operasi berlumur darah. Sepertinya dia sudah melakukan tugasnya dalam rangka menyelamtkan nyawa Jae Hee dengan mengorbankan hidup ayah Jae Hee. Hoon berjalan dengan lunglai. Baru kali ini dia melakukan hal seperti tadi. Membunuh pasiennya sendiri.
Bahkan ketika dia membersihkan dirinya dengan mandi dibawah guyuran air, berkali-kali Hoon menatap tangannya. Tangan yang dipakainya tadi. Perasaan bersalah seolah menghantuinya. Hoon berteriak sekeras-kerasnya. Dia merasa sangat kacau.
Kini operasi kedua dilakukan. Setelah tadi dia berhasil mengambil jantung ayah Jae Hee, tentu kali ini dia harus memasukkan jantung itu kedalam tubuh Jae Hee agar Jae Hee tetap hidup. Suster sudah membawa jantung yang ditaruh di dalam es batu itu keruang operasi. Hoon menatap sebentar kearah jantung itu, dan kemudian beralih menatap Jae Hee.
Saat Hoon sudah bersiap untuk melakukan oeprasi, terdengar Jin Soo bertanya bukankah seharusnya itu pasien pria? Hoon tercekat. Tangannya yang siap membedah dada Jae Hee terhenti seketika.
Hoon kemudian menatap Jin Soo dan menjawab pasien perempuan lebih baik untuk menunjukkan kemampuannya yang selalu dia sombongkan itu.
Park Chul ikut membantu anaknya dengan berkata pada Jin Soo, kalau tamu asing berjanji akan memberikan bantuan alat medis khususnya alat bedah, jika operasi ini berhasil. Jin Soo pun tak berkutik lagi. Dia sangat senang dengan bantuan yang dijanjikan itu.
Park Chul menambahkan kalimatnya pada Jin Soo, kalau tamu asing mengajukan satu syarat untuk tercapainya bantuan alat bedah itu. Sayaratnya adalah agar kemampuan Park Hoon bisa ditunjukkan di negara lain. Jin Soo jelas tak menolak, dia hanya menatap Hoon dengan tersenyum puas, seolah Hoon benar-benar ladang emas untuk kemajuan Utara.
**
Jin Soo memberitahu Hoon kalau Hoon harus ke budapes 4-5 hari karena itu adalah salah satu syarat agar mereka bisa mendapatkan bantuan peralatan bedah. Hoon menolak, dan hal itu tentu saja membuat Jin Soo kesal. Hoon yang sudah berniat pergi, kembali berbalik dan menatap tajam Jin Soo. Dia bertanya bukankah seharusnya mereka menunggu hasil operasi pasien? Apakah operasi berhasil atau tidak? Jin Soo tak bisa menjawabnya. Dia hanya berfikir kalau Hoon mau hanya setelah operasi dinyatakan berhasil.
Park Hoon, kini dia berada di ruang Jae Hee. Hoon membelai rambut Jae Hee dan tersenyum melihat kondisi Jae Hee. Dia sangat yakin Jae Hee bisa kembali pulih dan segera sadar. Hoon kemudian menggenggam tangan Jae Hee dan mendekatkan wajahnya ke wajah Jae Hee seraya berkata
“Jangan khawatir Jae Hee. Aku tak akan melepaskamu lagi.”
Lampu di gedung itu lagi-lagi padam. Padam menyeluruh, dan Hoon sudah terbiasa dengan hal tersebut. Dia berjalan menuju ruangannya dan terkejut kalau tiba-tiba ayahnya datang.
Hoon bertanya apa ayahnya sudah dapat ijin masuk ke gedung ini? Hoon tampak khawatir karena bisa-bisa ayahnya ketahuan.
Dalam keremangan itu, Park Chul berkata kalau dia ingin memberitahu sesuatu pada Hoon. Dia meminta agar Hoon setuju pergi ke Budapest. Dia punya kenalan di antara para dokter.
Hoon jadi heran dan bertanya kenapa dia harus ke Budapest? Park Chul menjelaskan kalau hanya ini satu-satunya cara agar Hoon bisa keluar dari Utara. Hoon menolak, dia beralasan dia ga bisa meninggalkan Jae Hee. Park Chul berjanji dialah yang akan mengurus Jae Hee.
“Aku tahu betapa berharganya Jae Hee untukmu.”
Hoon masih ingin menolak. Sesungguhnya dia tak bisa meninggalkan ayahnya.
Park Chul menambahkan jika Hoon berangkat besok pagi, maka ini adalah pertemuan terakhir mereka. Park Chul tampak sedih, tapi dia tahu Hoon ga boleh selamanya terkurung di tempat kejam ini. Park Chul meminta agar Hoon bisa hidup bahagia kelak dengan Jae Hee.
Hoon kemudian bertanya lalu bagaimana dengan ayah? Park Chul meminta agar Hoon tak usah mengkhawatirkannya. Park Chul kemudian melangkah keluar dari ruangan Hoon. Dia tampak sedih. Sangat sedih. Tapi ini sudah keputusannya dan dia tahu inilah yang terbaik untuk Hoon.
Hoon menyusul ayahnya. Dia meminta maaf pada ayahnya karena dia ga bisa pergi. Park Chul kemudian berbalik menatap Hoon. Dia bertanya kenapa? Apa karena dia Hoon ga mau ke Budapest? Hoon tersenyum dan menjawab dia akan melindungi Jae Hee apapun yang terjadi. Park Chul tahu itu bukan alasan Hoon. Dia yakin Hoon ga bisa karena dia.
Hoon kemudian meminta ayahnya untuk pulang. Dia akan menunjukkan jalan keluar untuk ayahnya agar tak ketahuan. Jalan itu tampak seperti terowongan, terlebih tak ada cahaya disana. Hoon kemudian berhenti ketika dia sampai di pintu keluar. Pintu itu terlarang, karena siapapun yang mencoba melewati pintu ini akan langsung di tembak mati. Hoon mengintip sebentar untuk memeriksa keadaan. Setelah yakin aman, Hoon berkata pada ayahnya jika ayahnya terus lurus kearah yang ditunjuknya, maka ayahnya akan menemukan sebuah terowongan rahasia. Itulah terowongan yang selalu dia gunakan jika ingin kabur. Park Chul menatap sang putra dan meminta putra semata wayangnya itu untuk memikirkan lagi permintaannya yang tadi, karena itu adalah kesempatan terakhir Hoon agar bisa kabur dari sini.
Hoon tak mengindahkan itu, dia kembali meminta ayahnya untuk segera pergi sebelum lampu menyala. Park Chul kembali memegang tangan Hoon seolah meminta agar Hoon mau memenuhi permintannya, tapi Hoon hanya menatap sang ayah lalu melepaskan pegangan tangan ayahnya. Dia ga bisa dipaksa untuk hal satu ini. Bagaimana bisa dia meninggalkan sang ayah di Negara yang sama sekali tak menghargai jasa mereka? Bagaimana bisa dia membiarkan ayahnya menghabiskan sisa hidup di neraka ini sementara dia menikmati kebebasan diluar sana? Tidak. Dia tak sanggup melakukannya.
Hoon pun melangkah pergi, dan Park Chul hanya bisa menatap punggung putranya yang telah melangkah jauh.
Park Chul galau, dia menatap jalan lurus didepannya, yang tadi ditunjukkan Hoon sebagai tempat untuknya bisa keluar dengan aman disini. Pikirannya bercabang. Tapi kemudian Park Chul sudah membuat keputusan.
Tiba-tiba serentak lampu-lampu menyala. Hoon juga mendengar suara pintu terbuka. Pintu terlarang. Hoon kaget. Dia takut jika ayahnyalah yang tadi membuka pintu itu. Hoon bergegas menuju ke tempat itu untuk memastikan benarkah ketakutannya tadi?
Benar saja. Hoon melihat ayahnya berdiri di halaman luas itu dengan semua lampu menyorot pada ayahnya. Hoon takut. Dia khawatir sekali. Dia berteriak-teriak memanggil ayahnya, berharap ayahnya segera kembali sebelum peluru-peluru itu menembus jantung ayahnya.
Park Chul tentu saja dia mendengar teriakan Hoon, tapi dia sudah bertekad dia ga ingin jadi penghalang Hoon untuk terbebas dari neraka ini. Park Chul berbalik sebentar menatap putranya, dan seolah menyiapkan dirinya untuk menerima tembakan itu.
Hoon semakin keras berteriak dan berkata jangan pada ayahnya.
Park Chul tersenyum menatap putranya. Sebelum dia menghembuskan nafas terakhirnya, dia cukup puas bisa melewati waktunya bersama Hoon. Dia sangat bahagia bisa membesarkan Hoon dan bahkan sekarang Hoon mampu menjadi dokter yang lebih baik daripadanya. Bukankah kenikmatan hidup dan segala penderitaan sudah cukup dia lalui. Tapi Hoon? Hidup putranya masih panjang. Putranya tak mungkin selamanya merasakan penderitaan yang sejatinya adalah karena dia. Jika saja dulu dia tak membawa Hoon ke Utara, setidaknya Hoon tak akan merasakan neraka ini. Jika saja…dulu dia tak menerima tawaran Kim Seok Joo. Ah…jika saja…
Lalu tembakan itu meletus. Park Chul tersungkur dan kacamatanya terlepas seketika. Hoon…dia menjerit memanggil sang ayah…
Dia tak mau kehilangan ayahnya. Satu-satunya orang yang dia cintai selain Jae Hee.
KOMENTAR :
15 menit terakhir mengharukan. Pertemuan Hoon dan Jae Hee kembali disituasi seperti itu membuatku tersentuh. Tapi perpisahan Hoon dan ayahnya. Keputusan berat yang harus diambil Park Chul untuk mengorbankan dirinya agar Hoon bahagia lebih terasa menusuk hati.
Episode dua di blognya Mba Lilik yaa..jangan khawatir akan terus aku apdet di twitter, Blog ataupun BBM Channel. Oya yang tanya BBM Channelku apa? Seacrh aja nhieshie blog