[Episode Sebelumnya]
“Sepertinya kita tak bisa kembali ke rumah” itulah kalimat yang diucapkan Park Chul pada Hoon yang kini tampak ketakutan.
Laras senapan panjang pasukan Utara siap ditembakkan kearahnya dan sang putra. Diapun menutup mata Hoon berharap Hoon tak terlalu takut dengan apa yang mungkin terjadi pada mereka. Setelah itu, Park Chul ikut menutup matanya. Pasrah. Hanya itu yang bisa dia lakukan. Lalu terdengarlah bunyi tembakan itu. Peluru-peluru Utara telah diletuskan.
**
Jang Seok Joo yang kini tengah menatap ke luar pintu tersenyum. Dia kemudian berkata pada Kim Tae Sool yang selalu menemaninya.
“Selain aku..kita tak memerlukan pahlawan lagi. Aku Jang Seok Joo, pahlawan Korea Selatan.”
Setelah dengan bangga mengucapkan kalimat tersebut, Seok Joo melangkah keluar dan terdengarah teriakan masyarakat yang mengelu-elukannya. Para wartawan juga tampak disana, mereka semua mengerumuni Seok Joo. Bahkan rakyat yang hadir berteriak meminta agar Seok Joo dijadikan Presiden Seoul.
Jang Seok Joo menerima semua pujian itu dengan tersenyum, dia mencoba bersikap rendah hati atas apa yang diteriakkan warga padanya. Padahal hatinya seolah akan meledak akibat luapan rasa bangga yang menyelimutinya. Kebanggaan akan citra diri yang sejatinya bukan untuk dia.
Namun, senyum Seok Joo tiba-tiba hilang ketika dia mendengar teriakan seorang wanita . Wanita itu bertanya dimana anaknya? Seok Joo tersentak mendengar pertanyaan tersebut. Lalu tampak di dalam kerumunan seorang wanita yang bertanya dimana Hoon, anaknya?
Raut wajah Seok Joo nampak sedikit ketakutan. Jika wanita itu sampai bicara lebih maka bisa saja reputasi yang selama ini diharapkannya akan hancur seketika. Kim Tae Sool tahu akan kegundahan hati tuannya, diapun mendekati sang wanita yang diyakini adalah ibu Hoon. Tae Sool mendekati ibu Hoon lalu membisikkan sesuatu pada wanita itu.
Tapi setelah selesai Tae Sool langsung menarik ibu Hoon untuk mengikutinya.
Di Utara, ternyata Hoon dan ayahnya masih selamat. Peluru-peluru yang terdengar nyaring letusannya sama sekali tak mengenai tubuh mereka berdua. Park Chul membuka mata, dia heran. Tiba-tiba terdengar suara dibelakangnya yang berkata kalau ternyata orang-orang Selatan sangat kejam. Park Chul langsung menoleh dan menatap Jin Soo. Dia kemudian berkata
“Mulai sekarang, Professor Park Chul dari Selatan dinyatakan sudah mati.”
Hoon takut, sementara Park Chul semakin bingung. Ada apa sebenarnya. Apakah benar negaranya sendiri tega berbuat seperti ini padanya?
Cha Jin Soo kembali berkata pada Park Chul kalau sekarang Park Chul akan hidup sebagai warga Negara Utara. Setelah itu Cha Jin Soo bertepuk tangan. Sedangkan Park Chul, terlihat tak bisa mempercayai kenyataan ini.
Beberapa tahun kemudian
Hoon sudah dewasa, dia menjadi pria yang tampan. Bahkan terlalu tampan menurutku..(Mulai ilang fokus)
Kali ini, Hoon memutar lagu Wonder Girls di tape kecilnya, dan mulai menari-nari sementara di depan Hoon ada beberapa orang yang melihat Hoon bernyanyi lagu yang belum pernah mereka dengar. Ternyata Hoon dewasa menjual kaset Kpop yang tentu saja dilarang di Utara.
“Tell Me…Tell Me”
Itulah lirik lagu yang dinyanyikan Hoon sambil berjoget ria. Teman-teman sekolah Hoon mulai teroancing dan ikut berjoget seperti yang Hoon lakukan.
Setelah berhasil memancing ketertarikan teman-teman di depannya, dia kemudian bertanya pada mereka semua, apa lagu tadi keren? Akhirnya seorang pria bertanya berapa harga lagu tadi? Hoon menjawab kalau harganya dua dolar. Semua pun berniat membeli, dan Hoon jadi senang karena dagangannya laris manis.
Tapi kesenangan Hoon tak bertahan lama, seorang pria datang dan mengabarkan kalau ada penjaga yang akan datang. Semua pun panik dan bubar sendiri-sendiri, sementara Hoon langsung mengemasi dagangannya, dan berlari menghindari kejaran petugas.
Kejar-kejaran pun terjadi. Hoon berlari sekuat tenaga dengan wajah tersenyum dan bahkan masih sempat melambaikan tangan pada orang yang dia jumpai. Dia terlihat santai menghadapi kejaran petugas itu. Sampai akhirnya Hoon tiba disebuah tempat. Hoon ingin bersembunyi di dalam ruang itu, tapi sayang pintunya terkunci. Kini dia mulai panik, jika dia tak masuk ke dalam maka bisa saja dia tertangkap.
Para petugas berhasil sampai di tempat Hoon, Hoon semakin panik. Tapi tiba-tiba sebuah tangan menariknya masuk, dan tangan itu adalah milik Song Jae Hee.
Jae Hee menyelamatkan Hoon dari kejaran petugas dan mereka bersembunyi dengan aman di dalam ruang ini. Jarak mereka sangat dekat. Hoon tersenyum senang dan menatap Jae Hee dalam diam. Hoon bahkan sudah tak mempedulikan para petugas yang masih mencoba mengintip dari balik jendela, apakah dia ada di dalam atau tidak? Hoon kemudian berkata pada Jae Hee kalau dia bisa merasakan detak jantung Jae Hee saat ini. Jae Hee menjawab dia merasa takut makanya detak jantungnya berdebar. Jae Hee jelas saja malu.
Hoon kembali tersenyum dan berkata pada Jae Hee kalau ini namanya takdir. Jae Hee meminta agar Hoon ga terus mengatakan hal-hal bodoh disaat seperti ini. Hoon kembali berkata pada Jae Hee
“Ada yang bilang, detak jantung setiap orang itu berbeda. Sama seperti tak ada orang yang akan memiliki wajah yang sama.”
Tiba-tiba Hoon mendekatkan kepala Jae Hee ke dadanya. Dia mendekap Jae Hee agar Jae Hee bisa mendengar detak jantungnya. Jae Hee pun tak menolak. Dia menikmati hal ini. Menikmati sensasi mendebarkan ketika dia berlabuh di dada Hoon. Hoon kemudian berkata padanya
“Kau dengar..detak jantung kita sama kan?”
Jae Hee tak menjawab dia hanya tersenyum seolah dia senang mendengar detak jantung mereka yang ternyata berirama sama. Inikah cinta remaja yang menyenangkan dan indah?
Hoon kemudian menatap Jae Hee, dia berkata kalau inilah yang dia maksud takdir.
“Kau dan aku adalah takdir”
Jae Hee tentu saja tersipu mendengarnya, tapi dia menyembunykan itu. Jae Hee malah menjewer kuping Hoon, dan Hoon jelas saja menjerit kesakitan.
Jae Hee berkata akan melaporkan Hoon pada ayah Hoon. Hoon yang masih dijewer kupingnya dengan santai bertanya
“Kau tega melakukan ini pada jodohmu?”
Jae Hee menatap Hoon sambil tak melepaskan jewerannya di telinga Hoon. Kemudian dia berkata
“Jodohmu? Mimpi mu saja itu.”
Tapi tiba-tiba Hoon menggendong Jae Hee. Jae Hee jelas saja kaget dan minta diturunkan. Hoon ga peduli, dia kemudian membawa Jae Hee ke suatu tempat. Di tempat itu tak ada siapapun selain mereka. Sepertinya mereka ada di atas sebuah bangunan. Setelah Hoon mendudukkan Jae Hee, Hoon kemudian mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Ternyata Hoon berniat memberikan cincin untuk Jae Hee. Jae Hee terkejut melihatnya, sementara Hoon berkata kalau dia tahu orang tua Jae Hee ga suka padanya.
“
Tapi orang tuamupun bahkan takkan bisa mengganggu takdir kita” lanjut Hoon mantap.
Lalu tanpa disangka Hoon melamar Jae Hee. Dia bertanya
“Maukah kau menikah denganku?”
Jae Hee ga menjawab lamaran itu, dia malah bertanya darimana Hoon mendapat cincin itu? Hoon tersenyum dan balik bertanya cantik kan cincin ini? Jae Hee kesal, dia tahu Hoon bisa membeli cincin itu karena menjual kaset Kpop yang jelas-jelas dilarang. Dia memarahi Hoon karena Hoon bisa dihukum jika tertangkap. Hoon menjawab dia ga takut, dan akan lebih baik jika Jae Hee mau menerima lamarannya lalu mereka menikah.
Jae Hee berdiri dan menjawab kalau itu ga mungkin. Hoon pun cemberut mendengar jawaban Jae Hee.
Tapi ternyata Jae Hee mengambil cincin itu, dan Hoon langsung memegang tangan Jae Hee. Kini mereka saling berhadapan dan Hoon bertanya lagi apa Jae Hee mau menikah dengannya? Jae Hee pun dengan santai menjawab iya, dia mau menikah dengan Hoon. Jae Hee kemudian memasang cincin itu dijarinya, dan tiba-tiba melanjutkan kalimatnya kalau dia akan menikah dengan Hoon 100 tahun lagi. Setelah itu Jae Hee berlari, dan Hoon tentu langsung mengejar.
Jae Hee sambil terus berjalan mengagumi cincin yang sangat bagus dari Hoon. Mungkin bukan hanya karena cincinnya yang bagus saja, tapi karena Hoon lah yang memberikan cincin ini. Hoon yang mengikuti Jae Hee dibelakang mengeluh dan bilang kalau 100 tahun itu kan lama.
Tak disangka ketika asik menghindari Hoon, di depan Jae Hee berdiri Park Chul ayah Hoon. Jae Hee pun menghentikan langkahnya, dan memberi salam hormat pada ayah Hoon. Sementara Park Chul hanya menatap kearah Jae Hee dan putranya. Dia sepertinya tahu romansa yang dimiliki kedua remaja di depannya ini.
Setelah Jae Hee memberi salam hormat pada ayah Hoon, diapun berlalu meninggalkan Hoon yang tak bisa berkutik dihadapan sang ayah. Park Chul menatap anaknya dan bertanya apa Hoon bolos kuliah lagi? Memangnya apa yang Hoon kerjakan dari tadi? Hoon cengengesan menanggapi pertanyaan ayahnya dan dengan santainya berkata maaf lalu ikut pergi menyusul Jae Hee.
Jae Hee ternyata berdiri tak jauh dari tempat Hoon dan sang ayah. Setelah Hoon mendekat, mereka saling menatap. Jae Hee menunjukkan jarinya yang sudah tersemat cincin Hoon tadi. Dia tersenyum manis pada Hoon dan Hoon juga begitu. Dia senang Jae Hee menerima cincin pemberiannya. Bukankah itu berarti Jae Hee juga menerima cinta dan lamarannya tadi?
Park Chul jelas melihat situasi itu. Dia tahu ada yang bersemi di hati Jae Hee dan Hoon.
Dengan santainya Hoon merentangkan kedua tangannya agar Jae Hee memeluknya. Tapi Jae Hee jelas malu karena masih ada ayah Hoon melihat mereka. Diapun meninju lembut perut Hoon dan kemudian berlalu pergi.
Kini, Hoon dan Jae Hee sama-sama menaiki sepeda. Mereka tampak bahagia. Sangat bahagia. Senyum selalu tersungging di bibir mereka. Seolah tanda beban.
Ketika mereka sama-sama berhenti mengayuh, Jae Hee bertanya pada Hoon apa yang akan Hoon lakukan jika dia tiba-tiba menghilang? (Jadi inget Yi Soo dan Hae Woo.--SHARK)
Hoon dengan mantap menjawab kalau dia akan mencari Jae Hee. Tentu saja itu yang akan dia lakukan. Jae Hee tersenyum senang, kemudian Jae Hee memberitahu Hoon kalau ayahnya ingin bertemu dengan Hoon. Hoon kaget sekaligus senang. Jae Hee tak lupa mengingatkan agar Hoon hati-hati karena ayahnya sangat menakutkan.
Hoon pun dengan santai menjawab
“Aku suka kok dengan orang menakutkan. Tenang saja”
Sebelum pergi Jae Hee juga mengingatkan Hoon agar memakai pakaian yang bagus untuk makan malam bersama ayahnya nanti. Hoon mengiyakan. Setelah itu Jae Hee berbalik dan berjalan pergi.
Sementara Hoon menatap kepergian Jae Hee masih dengan senyum tampannya. Dia bahkan bergaya lucu untuk meluapkan rasa senangnya karena akan bertemu calon ayah mertua.
Hari masih sore, tapi Hoon sudah bersiap dengan pakaiannya. Dia mengenakan pakaiannya sambil menatap ke cermin, dan menyadari kalau dia sangat tampan. Tapi kemudian dia bingung dengan model rambutnya. Model seperti apa yang pantas dan bisa disukai oleh ayah Jae Hee. Hoon pun mencoba berbagai model. Sedikit frustasi dia pun mengacak-acak rambutnya kembali.
Tapi kini, Hoon sudah siap. Dia sudah keluar kamarnya, dan puas dengan model rambutnya. Dia yakin ayah Jae Hee pasti akan jatuh hati padanya ketika pertama melihatnya. Tapi tiba-tiba terdengar suara ayahnya. Hoon menoleh dan sang ayah berkata kalau Hoon ga perlu berpakaian sebagus itu untuk bertemu pasien. Hoon bertanya apa dia bisa bolos sekali ini saja? Park Chul menjawab jika Hoon memikirkan pasien maka Hoon ga boleh bolos, walau itu hanya sekali. Hoon pun akhirnya tak membantah.
“Ayah..pasiennya tak banyak kan…kemarin juga pasien kita tak banyak.” Tanya Hoon ketika dia dan ayahnya sama-sama berangkat ke tempat dimana mereka membuka pengobatan untuk warga.
Ketika sudah sampai, berkali-kali Hoon melihat jam di pergelangan tangannya, dan kemudian melihat betapa panjangnya antrian yang ada. Hoon pun jadi garuk-garuk kepala melihat itu. Sampai kapan ini akan selesai? Padahal dia kan ada janji dengan Jae Hee dan ayah Jae Hee.
Kini Hoon dan ayahnya sama-sama menangani satu pasien. Hoon mengeluh kalau cara seperti ini sulit. Bagaimana bisa mereka memeriksa pasien tanpa ada peralatan memadai. Park Chul menjawab bahwa seorang dokter tetap harus bisa mendiagnosis kondisi pasien walaupun tak ada peralatan mumpuni.
“Kau harus mampu mengetahui penyakit pasien meskipun tanpa peralatan.”
Park Chul kemudian memberikan Hoon tugas. Setelah pasien dibaringkan, Park Chul meminta Hoon menyuntik pasien itu. Hoon protes. Dia beralasan kalau dia baru saja dua bulan masuk kuliah kedokteran, jadi bagaimana bisa dia disuruh melakukan ini? Bagaimana jika dia salah suntik, dan berakibat fatal?
Park Chul kemudian menaruh tangan Hoon di atas tubuh pasien dan menyuruh Hoon mengingat buku anatomi yang pernah Hoon baca. Raba bagian tubuh pasien itu, dan ingat gambar yang ada di buku anatomi itu untuk menentukan dimana titik yang tepat saat menyuntik.
“Dengan sentuhan kau bisa mengetahui apa yang terjadi pada tubuh pasein lebih baik dari peralatan canggih apapun” ujar Park Chul meyakinkan putranya yang tampak bimbang.
Hoon pun memejamkan mtanya, dia mulai meraba bagian perut pasien, dan mencoba menemukan titik itu. Ketika meraba itulah, tiba-tiba dia bisa merasakan letak dimana dia harus menyuntikkan obat ini ke tubuh pasien. Hal itu dengan jelas tergambar di otaknya.
Setelah yakin Hoon pun mulai menyuntikkannya. Park Chul menatap putranya dan tahu putranya sudah semakin mahir dengan tugas seorang dokter.
Hoon terkejut ketika ayahnya menyodorkan seikat bunga padanya. Ayahnya juga berkata kalau dia akan mengurus pasien yang tersisa. Itu berarti ayahnya mengijinkan dia pergi menemui Jae Hee, dan bahkan memberinya bunga ini agar dibawanya saat ke rumah Jae Hee nanti. Hoon tentu senang. Dia pun bergegas mengayuh sepedanya menemui Jae Hee.
Sesampainya di depan pintu rumah, Hoon mulai memencet bel. Tak ada sahutan. Tiba-tiba listrik di dalam rumah Jae Hee mati. Hoon jelas panik karenanya. Dia berlari turun kebawah untuk mencari Jae Hee. Hoon pun meneriakkan nama Jae Hee berkali-kali, namun dia tetap tak menemukan wanitanya itu.
Hujanpun turun dan kilat menyambar-nyambar, namun Jae Hee tetap belum dia temukan. Hoon tak menyerah, dia tetap mencari Jae Hee, dan berkali-kali meneriakkan nama Jae Hee. Llau tiba-tiba ketika dia masuk ke sebuah gang, ada seseorang yang menarik dan langsung memeluk tubuhnya. Orang itu adalah Song Jae Hee. Wanitanya.
Jae Hee tampak ketakutan. Sementara Hoon heran melihat Jae Hee seperti ini. Jae Hee menatap Hoon dan berkata dia merasa takut, sangat takut. Tak selang berapa lama, datanglah segerombolang tentara yang mencari-cari Jae Hee. Jae Hee yang kini kembali memeluk Hoon bertambah takut. Hoon pun cemas dibuatnya.
Entahlah, mungkin Jae Hee marasa ini pertemuan terakhirnya dengan Hoon. Dia kemudian memegang wajah Hoon dan mengecup bibir pria yang begitu disayanginya ini. Suara hujan pun menjadi latar ciuman pertama mereka ini. Dimana ciuman ini bercampur baur antara rasa takut dan kuatnya perasaan cinta yang mereka miliki. Jae Hee seolah merasa tak mungkin bersama Hoon lagi jika dia benar-benar berhasil ditangkap oleh segerombolan tentara yang tengah mengejarnya.
Para tentara semakin mendekat dan Hoon yang melihat itu, tak bisa melepaskan pagutan bibir Jae Hee di bibirnya. Dia seakan ikut hanyut akan keintiman mereka di bawah hujan ini.
Tentara-tentara itu berhasil melepaskan ciuman Jae Hee dengan Hoon. Mereka dipisahkan secara paksa. Jae Hee ditarik untuk ikut dengan para tentara, sementara tentara yang tersisa menahan Hoon agar tak mengejar Jae Hee. Jae Hee masih sempat meminta pada Hoon, agar Hoon ga melupakannya.
Karena Hoon terus saja memberontak, akhirnya tentara-tentara yang memegangi tubuh Hoon memukul Hoon dengan pistol mereka. Hoon pun terjatuh. Dia hanya bisa melihat Jae Hee nya ditarik paksa oleh tentara-tentara itu. Pandangan Hoon mulai samar, kemudian dia jatuh pingsan.
Keesokan paginya, Hoon tengah terbaring dengan goreasan luka di wajahnya, dan perban di kepalanya. Park Chul yang sudah melihat putranya sadar langsung memberitahu Hoon kalau ayah Jae Hee adalah anggota partai komunis, dan akan diusir.
Hoon langsung bangun dia mlepas perban di kepalanya dan berkata pada sang ayah kalau Jae Hee ga salah apa-apa. Hoon bangkit berdiri dan akan mencari Jae Hee, tapi ayahnya melarang. Dia memegang lengan Hoon, mencegah Hoon pergi. Park Chul berkata kalau semua keluarga Jae Hee akan dihukum atas tuduhan kejahatan politik. Hoon ga peduli, dia berkata kalau dia tetap akan menemukan Jae Hee. Park Chul kembali memegang lengan Hoon. Mencegah putranya itu, dia beralasan kalau Hoon juga bisa dicurigai kalau Hoon terus mencari Jae Hee atau berhubungan dengan Jae Hee.
Hoon ga peduli dia menjawab perkataan ayahnya
“Karena dialah aku bersyukur masih bisa hidup dan bernafas. Dialah yang membnatuku menemukan impianku.”
Hoon langsung pergi, dan Park Chul tak mampu menahan anaknya.
Tapi, Hoon tak beruntung. Begitu dia membuka pintu rumahnya, sudah ada tentara Utara yang berdiri seolah menunggunya. Tentara itu bertanya mana Dr. Park Hoon? Park Chul mendengar itu, dan tentu merasa terkejut. Diapun berbalik dan menatap kearah para tentara.
Kini, Hoon dibawa tentara-tentara utara entah kemana. Dia duduk diatas truk ditemani oleh tentara-tentara itu.
Hoon kesal, karena dia ditarik paksa untuk masuk ke dalam. Dia pun menepis tangan para tentara itu yang terus mencekalnya. Tiba-tiba datang seorang pria memakai setelan jas hitam yang sepertinya juga dibawa paksa oleh Utara. Pria itu berkata kalau dia hanya ingin pergi sebentar karena ayahnya sedang sakit.
Diatas tempat itu, Cha Jin Soo siap dengan pistolnya yang mengarah kepada si pria. Tidak perlu menunggu lama, Jin Soo melepaskan pelurunya dan membuat pria itu terkapar seketika. Hoon menyaksikan semua itu di depan matanya.
Jin Soo mengajak Hoon masuk ke dalam. Ruangan itu tentu sangat luas. Jin Soo menjelaskan kalau tempat ini adalah tempat dimana mereka menyembuhkan pemimpin mereka. Jin Soo kemudian menambahkan
“Sekali kau masuk, maka kau tak akan pernah bisa keluar. Kau sudah lihat tadi, apa akibatnya jika kau keluar tanpa ijin?”
Hoon menjawab dia ga ingin ke tempat ini. Jin Soo yang sudah masuk ke sebuah ruang lagi menatap Hoon dan menjawab kalau Hoon ga punya pilihan, karena pemerintahlah yang menentukan. Seorang pria yang masih berdiri di luar bersama Hoon bertanyaa apa dia juga bisa merawat pimpinan? Jin Soo menjawab kalau itu semua tergantung pada usaha si pria..
“
Apakah kau akan menjadi dokter…atau hanya akan jadi kelinci percobaan saja?”
Saat itu nampaklah seorang dokter yang bersimbah darah. Sepertinya dokter itu telah gagal dan utara langsung menembaki sang dokter. Hoon tentu melihat itu. Dia melihat kekejaman yang tak manusiawi ditempat ini. Hoon pun mau tak mau melangkahkan kakinya ke ruang dimana Jin Soo berpijak. Tak ada pilihan, karena jika dia menolak, maka dia akan mati konyol, dan dia tak bisa menemukan Jae Hee nya.
Hoon melangkah semakin ke dalam. Tampak di lorong itu ada lagi seorang dokter yang sebentar lagi mungkin tak bernyawa karena sudah ditembaki oleh Utara. Di lantai lorong tampak darah yang mengental tanda bahwa di tempat ini sudah banyak pembunuhan yang terjadi.
Hoon tampak ketakutan.
5 tahun kemudian
Hoon masih bisa hidup dan bernafas di gedung yang kejam ini, tanda bahwa dia adalah dokter terbaik di Negara ini, sehingga peluru-peluru laknat itu tak sampai menembus tubuhnya. Tapi kemanapun Hoon pergi, tentara-tentara utara terus mengikutinya.
Jin Soo berdiri di depan Hoon dan bertanya Hoon mau kemana? Apa Hoon lupa, siapapun akan mati jika ingin keluar dari tempat ini? Hoon dengan cuek menjawab kalau dia ga akan kemanapun, dia hanya merasa tercekik saja di tempat ini. Jin Soo bahkan mengingatkan Hoon agar ga terlalu sombong, karena bisa saja suatu hari nanti Hoon kena batunya.
Hoon tertawa kecil menanggapi peringatan Jin Soo itu.
Hoon tak takut, dia tahu Utara tetap membutuhkannya sehingga dia membalas santai kalimat Jin Soo
“Bukankah dari dulu aku memang sombong.”
Park Chul datang, dan Hoon langsung mengajak ayahnya masuk ke sebuah ruangan. Disana Hoon bertanya bagaimana ayahnya bisa sampai di tempat ini? Ini kan area terlarang. Park Chul bertanya khawatir, apa benar kalau Hoon sering menyelinap keluar tanpa ijin? Hoon membenarkan hal itu. Dia memberitahu ayahnya kalau dia masih mencari Jae Hee di setiap penjara, namun dia tetap tak bisa menemukan Jae Hee.
Park Chul meminta agar Hoon berhenti mencari Jae Hee. Hoon bisa berada dalam bahaya jika terus nekat melakukan hal itu. Hoon menatap ayahnya dengan kesal, dan meminta agar ayahnya ga ikut campur urusan dia. Sekeras apapun ayahnya melarang, dia tetap akan berusaha menemukan Jae Hee.
Ternyata kedatangan Park Chul ke gedung itu adalah untuk menjadi penerjemah tamu asing yang berkunjung ke Utara, dan Jin Soo mengajak sang tamu yang juga merupakan dokter ke sebuah tempat yang menjadi pusat penelitian mengenai cara dan merawat pimpinan. Tamu asing itu hanya bisa bahasa inggris, sementara orang utara sama sekali ga bisa, sehingga Park Chul lah yang dijadikan perantara. Sepertinya akan ada negoisasi diantara tamu asing itu dengan pihak Utara.
Di dalam ruang penelitian, Hoon lah yang bertugas. Dia kini sedang melakukan operasi bypass arteri koroner. Tapi ketika sedang melakukan tugasnya, tiba-tiba lampu di ruang itu mati. Tamu asing dan yang lainnya jelas kaget. Staf medis pun juga menjadi panik. Bagaimana caranya mereka menyelesaikan operasi jika tak ada penerangan.
Jin Soo menyuruh agar operasi dihentikan, tapi si tamu asing yang juga dokter menjelaskan jika operasi berhenti maka akan terjadi nekrosi otot jantung, dan bisa berakibat fatal. Hoon tentu juga mendnegar itu, dan dia juga tahu kemungkinan buruk tersebut. Jin Soo meminta Park Chul menyampaikan kepada tamu asing itu, bahwa listrik akan segera menyala sebelum pasien tersebut mati.
Jin Soo berteriak kearah Hoon dan menyuruh Hoon berhenti, karena Hoon ga akan bisa menjahit arteri dengan ukuran 2mm ditengah gelap seperti ini. Hoon tetap tenang, dia dengan santai menjawab kalau dia sudah melakukan operasi ribuan kali.
“Aku bisa melihatnya.” Jawab Hoon mantap.
Hoon pun memejamkan mata, dia memusatkan pikirannya untuk bisa menyelesaikan jahitan ini tanpa suatu kesalahanpun. Ketika dia membuka mata, diapun mulai melakukan proses penjahitan arteri itu tanpa ragu sedikitpun. Dia seolah bisa melihat, dan seolah cahaya melingkupi jantung yang sedang dijahitnya ini.
Tamu asing hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kenekatan Hoon. Sementara Park Chul ikut merasa tegang. Dia hara-harap cemas, akan berhasilkah anaknya? Tepat ketika jahitan selesai, lampupun menyala, dan jantung itu kembali berdenyut, tanda bahwa Hoon berhasil melakukan operasi arteri tadi.
Semua pun bertepuk tangan, dan tamu asing itu berkata kalau operasi hari ini benar-benar mengesankan. Sementara Park Chul menatap putranya bangga. Dia tak menyangka Hoon masih mengingat kalimatnya kalau seorang dokter harus bisa merasakan dengan sentuhan dimana letak dan titik yang menjadi pusat sakit pasien dan bagaimana menyembuhkannya.
Bersambung ke part 3
KOMENTAR :
Kejam ya…ga Utara ga Selatan..semua sama-sama licik. Di Utara, Hoon dan ayahnya malah lebih dianggap seperti tawanan, sementara di Selatan, Jang Seok Joo menginginkan dia dan sang ayah mati. Begitu kejamkah politik? Padahal mereka berdua hanyalah dokter.
Bahkan kini, Hoon dipaksa masuk ke gedung mengerikan itu. Dimana dia ga mungkin bisa keluar dan jika berani selangkah saja pergi maka dia akan mati.
Aku suka sama momen-momen kemesraan Jae Hee-Hoon.
Ada beberapa yang suka Hoon jadi sama Jae Hee. Tapi ada juga yang ga..Aku sih ga terlalu mementingkan itu. Aku hanya suka LJS nya saja.
Hihihi
Maaf aku bagi jadi 3 part, karena piku-pikunya sayang banget untuk dilewatin. Hihihi.
Part 3 aku usahakan besok yaaa…ditunggu saja.
Oya, sinop ini aku bikin bertiga bareng Mba Lilik dan aNNa..
Urutannya adalah aku kemudian Mba Lilik, dan setelahnya aNNa..
Tenang akan selalu aku apdet di Blog, Twitter, ataupun BBM Channel..